Senin, 22 Desember 2008

Hari ibu, saya hari libur




Selamat hari ibu, embah dan ummiku Kami mencintaimu, apa pun.
(siraj, matari, dan zonnig).


Senin pagi seusai subuh, seperti biasanya, siaran berita pagi di tv sudah menjadi sarapan kami. Pagi ini, kami menontonya bersamaan, berlima. Kami tak menyadari kalau hari ini adalah hari istemewa buat salah satu perempuan isi rumah kami.

Di ruang kerjaku, seusai menyalakan komputer baru kusadar, ternyata hari ini adalah hari istemawa buat seorang ibu. Surat yang masuk ke inbox emailku begitu banyak yang memberikan selamat akan hari istimewa ini. Syukurlah, masih banyak orang yang tidak melupakan masa lalunya, dan melupakan arti penting seorang ibu.

Masa lalu ditetapkannya hari ini sebagai hari ibu tak lepas dari Soempah Pemodea 1928. Kaum perempuan Indonesia sebagai pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia merasa terpanggil, dan pada tanggal 22 Desember 1928 diadakan Kongres Perempuan I di Yogyakarta. Salah hasilnya, perempuan tidak bisa berjuang sendiri-sendiri, perlu wadah: Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI), berubah nama pada tahun 1929 jadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII).

Tujuh tahun berjalan, 1935, organisasi ini menunjukan kiprahnya secara luas, dan terus berkembang hingga menyelenggarakan kongres ke III di Bandung. Hasil penting dari kongres ini adalah ditetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu. Babakan Indonesia Merdeka dengan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959 mengukuhkan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu.

Peringatan Hari Ibu dimaksudkan untuk senantiasa mengingatkan seluruh rakyat Indonesia terutama generasi muda akan makna Hari Ibu sebagai “hari kebangkitan serta persatuan dan kesatuan perjuangan kaum perempuan yang tidak terpisahkan dari kebnagkitan perjuangan bangsa”.

Semangat perjuangan kaum perempuan Indonesia tersebut yang tercermin dalam lambang Hari Ibu berupa setangkai bunga melati dengan kuntumnya. Semboyan lambang Hari Ibu “Merdeka Melaksanakan Dharma” mengandung makna bahwa tercapainya persamaan kedudukan, hak, kewajiban dan kesempatan antara kaum perempuan dan kaum laki-laki merupakan kemitraan sejajar yang perlu diwujudkan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi keutuhan, kemajuan dan kedamaian bagi bangsa Indonesia.

Hari Ibu memang tidak hanya diperingati di Indonesia saja. Namun, kita patut bangga karena Hari Ibu Indonesia ruang lingkupnya lebih luas (tidak sekedar domestik, namun juga kenegaraan). Kebanyakan di barat (dengan mother’s day) hanya mencakup domestik saja.


Sebagai seorang anak (masih berkesempatan hidup dengan emak) dan seorang bapak, saya merasa bangga dengan peran dan fungsi mereka (ibu dan istri). Mereka telah menjadi manusia yang juga berjuang untuk dirinya, keluarganya, dan negara, tentunya. Oleh anak saya (pertama), yang belum tahu arti penting hari ini, ia telah memberikan hadiah besar buat ibunya. Anakku merasa girang, dengan menerima raport (TK). Hasil evaluasi yang diberikan guru kelasnya cukup membuat ibunya tersenyum bangga. Dan yang membuatnya semakin girang adalah di hari ini ia bisa menemani ibunya, karena ia libur. Libur baginya sangat menyenangkan, apalagi jika seisi rumah ada. Kami biasa terbuka dalam pembicaraan, berdiskusi, belajar dalam posisi yang setara (anak-orangtua, suami-istri), dan membuat hal-hal indah. Hal-hal kecil inilah yang bisa kami perbuat, untuk mengisi hari-hari bersejarah negeri ini.

baca selanjutnya..

Bersama

Pengunjung ke

Gang Raflesia

Jl. Raflesia, Kawasan Kelapagading Blok S-T, Kota Serang Baru,
Banten, Indonesia 42122